Sabtu, 14 Mei 2011

Sekolah Berstandar Nasional

Oleh : Subagio,M.Pd.
( Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan )

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia sudah bukan isu baru lagi, negeri ini kalah bersaing dengan negara maju. Rendahnya pendidikan menyebabkan tingkat kompetisi dalam semua bidang menjadi rendah pula. Maka satu-satunya jalan adalah meningkatkan kualitas pendidikan dengan maksimal.
Prof. Dr. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa pendidikan adalah investasi terbaik bangsa ini ke depan. Investasi tersebut baru dipetik hasilnya mungkin dua puluh lima tahun mendatang atau bahkan satu generasi. Upaya ini membutuhkan proses panjang, dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, konsisten, dan intensif. Investasi tersebut harus terus dikembangkan karena tantangan globalisasi sudah di depan mata. Mau tidak mau, itulah fakta yang harus diterima.
Menurut Prof. Dr. H.A.R Tilaar, globalisasi yang sedang dan akan dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia semakin lama semakin intens, maka pertanyaan yang segera muncul adalah bagaimanakah mengelola sistem pendidikan nasional agar dapat sejalan dengan dinamika global yang sedang dan akan terjadi? Sudah kita lihat pula bahwa proses globalisasi di dalam dunia terbuka tidak memungkinkan lagi hidupnya suatu organisasi yang mempertahankan status quo. Tidak ada jalan lain, setiap organisasi harus berubah dan dinamis, agar output yang dihasilkan oleh organisasi tersebut semakin lama semakin tinggi kualitasnya. Apabila organisasi tersebut, termasuk organisasi pendidikan, tetap mempertahankan status quo, maka hasilnya ialah manusia dan masyarakat Indonesia yang tidak dapat survive di dalam dunia yang kompetitif.
Sudah menjadi fakta sejarah bahwa negara yang besar adalah negara yang memiliki sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Fakta ini mementahkan arah pembangunan suatu bangsa yang banyak menekankan pada pengembangan sumber daya alam (SDA). Jepang, Korea, dan Singapura merupakan contoh nyata negara yang tidak memiliki SDA melimpah tetapi menjadi negara maju karena memiliki SDM berkualitas. Peningkatan layanan dan kualitas pendidikan merupakan satu-satunya langkah dalam upaya pengembangan SDM itu.
Menurut Sukirman (2009), pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mewujudkan fungsi itu, Departemen Pendidikan Nasional sebagai pemegang otoritas dalam dunia pendidikan Indonesia harus melakukan berbagai upaya, seperti meningkatkan mutu sekolah di seluruh Indonesia.
Permasalahan utama pendidikan di Indonesia saat ini antara lain (a) terjadinya disparitas/keragaman mutu pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan 1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas, maupun kesejahteraannya, 2) sarana prasarana belajar yang belum memenuhi kebutuhan, jika tersedia pun belum didayagunakan secara optimal, 3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, 4) proses pembelajaran yang belum efektif dan efisien; dan (b) penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah.
Dua permasalahan di atas menjadi bertambah parah jika tidak didukung dengan komponen utama pendidikan seperti kurikulum, sumber daya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan prasarana, serta pembiayaan.
Belajar dari kondisi tersebut, solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan visi dan misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sedangkan misinya adalah sebagai berikut :
• Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
• Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat regional, nasional, dan internasional;
• Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;
• Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
• Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
• Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan
• Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional tersebut diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria yang esensial dari berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
Standar nasional pendidikan sebagai penjabaran visi dan misi pendidikan nasional tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Pada dasarnya, standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya.
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Salah satu implikasi dari peraturan pemerintah tersebut adalah pemerintah berkepentingan untuk melakukan pemetaan sekolah/madrasah dengan melakukan pengategorian sekolah.
Disamping itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga mendortong dan membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality assurance) agar memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan, sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri/standar nasional. Standar mutu (quality assurance) digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari semua komponen yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan institusi pendidikan. Standar mutu pendidikan misalnya dapat berupa pemilikan atau akuisisi kemampuan dasar pada masing-masing bidang pembelajaran, dan sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh. Selain itu, pihak manajemen juga harus menentukan standar mutu materi kurikulum dan standar evaluasi yang akan dijadikan sebagai alat untuk mencapai standar kemampuan dasar.
Standar mutu proses pembelajaran harus pula ditetapkan, dalam arti bahwa pihak manajemen perlu menetapkan standar mutu proses pembelajaran yang diharapkan dapat berdaya guna untuk mengoptimalkan proses produksi dan untuk melahirkan produk yang sesuai, yaitu yang menguasai standar mutu pendidikan berupa penguasaan standar kemampuan dasar. Pembelajaran yang dimaksudkan sekurang-kurangnya memenuhi karakteristik; menggunakan pendekatan pembelajaran pelajar aktif (student active learning), pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas (mastery learning).
Begitu pula pada akhirnya, pihak pengelola pendidikan menentukan standar mutu evaluasi pembelajaran. Standar mutu evaluasi yaitu bahwa evaluasi harus dapat mengukur tiga bentuk penguasaan peserta didik atas standar kemampuan dasar, yaitu penguasaan materi (content objectives), penguasaan metodologis (methodological objectives), dan penguasaan ketrampilan yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari (life skill objectives). Dengan kata lain, penilaian diarahkan pada dua aspek hasil pembelajaran, yaitu instructional effects dan nurturant effects. Instructional effects adalah hasil-hasil yang kasat mata dari proses pembelajaran, sedangkan nurturant effects adalah hasil-hasil laten proses pembelajaran, seperti terbentuknya kebiasaan membaca, kebiasaan pemecahan masalah.
Dalam rangka memenuhi peningkatan kualitas pendidikan, lahirlah sekolah standar nasional (SSN) sebagai sebuah terobosan progresif pemerintah dalam memajukan pendidikan di negeri ini secara akseleratif. SSN menjadi indikator kemajuan pendidikan. Oleh sebab itu, semua lembaga pendidikan harus didorong untuk mencapai level SSN dengan cara mengembangkan potensi secara maksimal dari segala aspek yang ditetapkan.
Disinilah urgensi SSN sebagai manifestasi dan bukti komitmen pemerintah dalam memajukan lembaga pendidikan. Tentu, pemerintah tidak hanya sekedar assesor yang bertindak menilai, tapi juga sebagai fasilitator, dinamisator, dan inovator yang menggerakkan potensi yang ada ke arah kebangkitan seperti yang diharapkan.

Model Pembelajaran Sekolah Kategori Mandiri-Sekolah Standar Nasional

Oleh: Depdiknas

Mutu kegiatan belajar-mengajar akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan SKM/SSN. Oleh karena itu, kegiatan belajar-mengajar bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dicapai hasil percepatan belajar secara optimal, dan sebaliknya. Seperti dikemukakan Caroll dan Bloom (1974 dalam Munandar, 2001) bahwa banyak peserta didik yang memiliki bakat, minat, kemampuan dan kecerdasan luar biasa, bahkan sebaliknya maka dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar dapat diterapkan pelayanan individual dan pelayanan kelompok.

Pemberian layanan secara individual membawa implikasi dalam manajemen yakni penambahan tenaga, sarana dan dana. Oleh karena itu dilakukan gabungan antara layanan individual dan kelompok, dengan pengertian bahwa pada umumnya layanan pendidikan diberikan pada kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan dalam matapelajaran yang sama. Meskipun kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara kelompok, penilaian terhadap kemajuan hasil belajar merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik. Kecuali penilaian yang dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar/ hasil kerja kelompok.
Model pembelajaran yang dilaksanakan saat ini mengacu pada prinsip-prinsip yang dikemukakan Bruner (Munandar, 2001) yaitu memberikan pengalaman khusus yang dapat dipahami peserta didik; pengajaran diberikan sesuai dengan struktur pengetahuan/keilmuan sehingga peserta didik lebih siap menyerapnya; susunan penyajian pengajaran yang lebih efektif dan dipertimbangkan ganjaran yang sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada SKM/SSN tidak hanya ditekankan pada pencapaian aspek intelektual saja, melainkan dalam pembelajaran perlu diciptakan kegiatan dan suasana belajar yang memungkinkan berkembangnya semua dimensi dalam pendidikan, seperti: watak, kepribadian, intelektual, emosional dan sosial. Sehingga diharapkan tercapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang antara semua dimensi tersebut.
Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai dimensi di atas, adalah strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar (Zamroni, 2000). Strategi ini harus menekankan pada perkembangan kemampuan intelektual tinggi, memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari tingkat konseptual rendah ke tingkat intelektual tinggi. Untuk itu metode pembelajaran yang paling sesuai antara lain metode pembelajaran induktif, divergen dan berpikir evaluatif. Pembelajaran model hafalan pada pembelajaran program siswa yang memiliki kemampuan lebih sejauh mungkin dicegah dengan memberikan tekanan pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.
Dari pemaparan di atas sesungguhnya pembelajaran yang terjadi merupakan impelemntasi dari model Dick dan Carey dimana peran guru atau tugas utama guru adalah sebagai perancang pembelajaran, dengan peranan tambahan sebagai pelaksana dan penilai kegiatan belajar mengajar (Riyanto, 2001). Dengan kata lain strategi belajar mengajar yang terapkan dalam mengajar pada SKM/SSN bukan hanya menekankan pada aspek intelektual saja melainkan pada juga pada proses kreatif dan berfikir tinggi dalam bentuk strategi belajar yang bervariasi yang harus diciptakan oleh guru secara kreatif.
Menurut Arends (2001) seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran harus menampilkan tiga aspek penting. Ketiga aspek ini adalah: (1) kepemimpinan, (2) pemberian instruksi melalui tatap muka dengan peserta didik, (3) bekerja dengan peserta didik, kolega, dan orang tua. Untuk membangun kelas dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu.
Pada aspek kepemimpinan, banyak peran guru sama dengan peran pemimpin yang bekerja pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu merencanakan, memotivasi, dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap individu dapat bekerja secara independen, dan membantu memformulasi serta menilai pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya harus memenuhi standar kualitas.
Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik, misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang diajarkan di lapangan.
Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua. Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta didik. Dengan demikian semua masalah yang terjadi di kelas dapat diselesaikan.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik dan sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interaksi antara peserta didik dengan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin pada lingkungan kerja yang komplek. Semua perilaku guru di dalam dan di luar kelas akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik (Arends, 2001). Model pembelajaran tradisonal terdiri atas ceramah atau presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik atau konstruktivis terdiri atas belajar kooperatif, instruksi berbasis masalah, dan diskusi kelas.
Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan pada model pembelajaran sekolah mandiri, yaitu : (1) pembelajaran, dan (2) evaluasi. Peran utama guru di sekolah adalah melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik.
Teknik pembelajaran adalah bagian dari setiap metode, dan beberapa metode digabung menjadi strategi, yang merupakan kombinasi kemampuan dan keterampilan guru untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran. Teknik yang banyak digunakan antara lain : (1) menyampaikan informasi, (2) memotivasi, (3) memberi penguatan, (4) mendengarkan, (5) memberi dan menjawab pertanyaan, dan (6) pengelolaan.
Strategi pembelajaran adalah kombinasi metode yang berurutan dan dirancang agar peserta didik mencapai standar kompetensi. Menururt Kindsvatter, Wilen, & Ishler (1996:169) strategi formal yang dikembangkan berdasarkan penelitian pembelajaran yang efektif dan menekankan pada hasil belajar yang lebih tinggi adalah:
1. Pengajaran aktif : fokus akademik, pembelajaran diarahkan oleh guru dengan menggunakan bahan yang terstruktur dan berurutan.
2. Pembelajaran masteri: suatu pendekatan diagnostik individu pada pembelajaran di mana peserta didik melakukan pembelajaran dan diuji sesuai dengan kecepatannya untuk mencapai kompetensi.
3. Pembelajaran kooperatif : penggunaan tutor sebaya, pembelajaran grup, dan kerjasama untuk mendorong peserta didik belajar.
Model pembelajaran pada SKM/SSN menekankan pada potensi dan kebutuhan peserta didik agar mampu belajar mandiri yang dibangun melalui komunitas belajar di kelas. Strategi untuk memotivasi peserta didik membangun komunitas belajar tersebut meliputi : (1) meyakini potensi peserta didik, (2) membangun motivasi intrinsik, (3) menggunakan perasaan positif, (4) membangun minat belajar peserta didik, (5) membangun belajar yang menyenangkan, (6) memenuhi kebutuhan peserta didik, (7) mencapai tujuan pembelajaran, dan (8) memfasilitasi pengembangan kelompok.
Secara ringkas prinsip pembelajaran pada SKM/SSN adalah :
1. Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar.
2. Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar.
3. Proses pembelajaran bersifat kontekstual.
4. Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam iklim yang kondusif.
5. Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik
6. Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya.
7. Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik
8. Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi formatif.
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Kamis, 10 Maret 2011

SASTRA

SETETES AIR

Setetes air di padang
gersang
Nyawa penolong dewa
Seberkas cahaya di
kegelapan
Arah yang berharga
Tetapi...nestapa
penuh air nan keruh
dalam bejana kehidupan

Akankah menjadi bening?
Air setetes kan menjadi
ilmu
Cahaya seberkas menjadi
pengelas
tiang-tiang rapuh

Bermutu
Menjadi petunjuk
Pengarah !
Kemajuan pendidikan

Edisi : 01/Nop/MKKS/2010

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

Oleh : Subagio,M.Pd. *)

Diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang di antaranya mengatur bahwa penugasan menjadi kepala sekolah harus sesuai standar, karena kepala sekolah memegang peran penting, selain itu mutu pendidikan di sekolah bergantung pada kepala sekolahnya. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan standar sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007.

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah baik itu prestasi akademis dan non akademis, dibutuhkan kompetensi kepala sekolah yang sangat mumpuni. Dengan kompetensi tersebut apa yang dinginkan oleh masyarakat dan orangtua murid yakni tercapainya keberhasilan pendidikan di sekolah dapat terwujud, sehingga sekolah dengan apa yang dimiliki dapat berjalan dari berbagai bidang.

Kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan yang diperlihatkan seseorang ketika melakukan sesuatu. Memahami visi dan misi serta memiliki integritas yang baik saja belum cukup. Agar berhasil, kepala sekolah harus memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk dapat mengemban tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah? Setidaknya ada kesepakatan bahwa kepala sekolah perlu memiliki sejumlah kompetensi berikut (diadaptasi dari CCSSO, 2002).(1) Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah.(2) Membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah dan program pengajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan staf.(3) Menjamin bahwa manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif. (4) Bekerja sama dengan orang tua murid dan anggota masyarakat, menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat. (5) Memberi contoh (teladan) tindakan berintegritas.(6) Memahami, menanggapi, dan mempengaruhi lingkungan politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih luas.

Sebagai sebuah organisasi, sekolah merupakan lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang saling berkait dan menentukan, serta memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki organisasi lain. Berkembang tidaknya sekolah amat dipengaruhi oleh kepemimpinan dari kepala sekolah yang merupakan pejabat formal, manajer, pemimpin, pendidik, dan juga sebagai staf.

Sebagai pejabat formal, kepala sekolah diangkat melalui proses, prosedur, dan peraturan yang berlaku. Sebagai manajer, kepala sekolah merupakan seorang perencana, organisator, dan pengendali. Dalam hal ini kepala sekolah harus memerhatikan tiga hal, yaitu proses; pendayagunaan seluruh sumber organisasi; dan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing. Juga memberikan bimbingan dan pengarahan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.

Tuntutan masyarakat untuk mendapat pendidikan yang baik, murah dan berkualitas adalah tantangan yang harus dijawab dengan arif, akurat, informatif dan aplikatif oleh kepala sekolah. Namun harus pula dipahami, dapatkah sekolah yang berkualitas terkelola dengan dana minim? Jika ada sekolah yang kekurangan dana tetapi berkualitas, sungguh luar biasa kinerja kepala sekolah beserta seluruh jajarannya.

Secara teoritis seorang kepala sekolah dituntut untuk profesional agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal. Setidaknya ada 8 ( delapan ) kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
1. memiliki rasa tanggung jawab yang besar atas terlaksananya seluruh kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan sekolah / pendidikan.
2. memiliki kemampuan untuk memotivasi orang untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas.
3. memiliki rasa percaya diri, keteladanan yang tinggi dan kewibawaan.
4. dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah.
5. mampu membimbing, mengawasi dan membina bawahan (guru) sehingga masing-masing guru memperoleh tugas yang sesuai dengan keahliannya.
6. berjiwa besar, memiliki sifat ingin tahu dan memiliki pola pikir berorientasi jauh ke depan.
7. berani dan mampu mengatasi kesulitan.
8. selalu melakukan inovasi di segala hal. menjadi tuntutan yang perlu dimiliki oleh seorang kepala sekolah.

Delapan kompetensi di atas merupakan syarat ideal kepala sekolah dalam membangun pendidikan ditengah-tengah tuntutan jaman dan tuntutan masyarakat. Jika 8 kompetensi ideal tadi belum bisa terpenuhi, maka ideal minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki idealisme untuk memajukan sekolah, memajukan profesionalisme guru, memajukan kreatifitas siswa dan membangun soft skill komunitas sekolah yang dipimpinnya.

Siapapun kepala sekolah yang memimpin suatu sekolah apabila mampu melakukan fungsi komunikasi yang baik dengan semua pihak, maka penilaian yang umum diberikan oleh guru, siswa, staf dan masyarakat sudah cukup untuk menyatakan bahwa kepala sekolah tersebut adalah kepala sekolah yang ideal.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini. Di sejumlah negara, , untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Sebagai contoh di Malaysia, menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika, yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi.

Edisi : 01/Nop/MKKS/2010